Thursday, August 6, 2020

Pengukuran Performansi LTE

Dua aspek penting yang harus diperhitungkan selama proses optimasi performansi adalah:
  • User perceived experience: hal yang dirasakan langsung oleh pelanggan, seperti battery lifetime, speed data downlink dan uplink, seberapa lama melakukan call setup, dropcall experience
  • Network KPI: terkait indikator network yang ditargetkan seperti accessibility, retainability, mobility, traffic growth, congestion.
Semua aktivitas optimisasi mengacu pada target KPI yang telah ditentukan. Target KPI ditentukan menyesuaikan dengan kriteria desain jaringan. Pada setiap fase optimasi jaringan, KPI yang berbeda digunakan untuk RF maupun service performance. Untuk sistem 4G, yang terkait KPI, baik user maupun network dapat kategorikan seperti pada tabel berikut:




Tabel 1. Kategori KPI


Berikut adalah RF KPI untuk LTE dan HSPA+:



Tabel 2. RF KPI LTE dan HSPA+


Tabel 2 diatas menunjukan kemungkinan terget dalam kondisi RF yang berbeda. Meskipun saat ini kita fokus ke sistem LTE, namun parameter pengukuran HSPA/HSPA+ menjadi referensi sebagai pembanding. Untuk RSRP (Reference Signal Received Power) pada LTE, dibandingkan dengan RSCP (Received Signal Code Power) pada UMTS. Begitu juga untuk RSRQ (Reference Signal Received Quality) pada LTE, dibandingkan dengan Ec/No (Energy chip to noise). Untuk CQI (Channel Quality Indicator) juga di bandingkan antara LTE CQI dan UMTS CQI.

Dalam kondisi good RF, RSRP dan RSCP lebih besar dari -50 dBm, artinya ada kesamaan nilai parameter antara LTE dengan UMTS. Begitu juga dalam kondisi medium RF dan poor RF. Untuk RSRQ dan EcNo perbedaan nilai parameter ada saat kondisi good RF dimana RSRQ lebih besar dari -8 dB, sedangkan untuk EcNo lebih besar dari -10 dB.

Untuk SINR (Signal to Interference Noise Ratio) hanya ada di LTE, dalam kondisi good RF, SINR lebih besar dari 20 dB, dalam kondisi medium RF, SINR diantara 10 dB dan 15 dB, dan kondisi poor RF, SINR lebih kecil dari 5 dB.

Untuk LTE CQI dan UMTS CQI, terdapat perbedaan nilai baik dikondisi good RF, medium RF, maupun poor RF. Perbedaan-perbedaan nilai parameter LTE dan UMTS dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti bandwidth, output power, dan sebagainya.

Selama pengukuran RF, distribusi masing-masing KPI mewakili kondisi RF saat dimana posisi pengukuran berada, dan problem yg ada saat pengukuran. Dengan begitu, hasil pengukuran akan dipetakan untuk dilakukan analisa lebih lanjut, sebagai bahan untuk proses optimasi. Gambar berikut menunjukan probability density funtion (PDF) dan cumulative density function (CDF) pada pengukuran RSRP dan RSRQ:




Gambar 1. PDF-CDF RSRP





Gambar 2. PDF-CDF RSRQ


Dari gambar 1 terlihat padar area poor RF (dibawah -100 dBm), total ada sekitar 17 % dari keseluruhan sample pengukuran. Perlu dilakukan analisa lebih jauh apakah yang menyebabkan poor RF adalah dari hardware problem, obstacle gedung, ketinggian antena, tidak ada sel yang dominan, dan sebagainya.

Untuk RSRQ pada gambar 2, menunujukan poor RF masih dibawah 2 %, hal ini menunjukan kondisi RF masih rendah interferensi-nya. RSRQ dipengaruhi oleh data trafik dan load dalam sebuah sel. Dalam prakteknya, kualitas saluran dan kemampuan penerima untuk memecahkan kode data tidak hanya bergantung pada trafik data dari sel sendiri, tetapi juga trafik data dan interferensi dari neighbor cells. Oleh karena itu, pengukuran RSRQ adalah representasi yang baik dari kualitas sinyal serving cell, tetapi tidak perlu untuk channel quality. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa RSRQ dapat berfluktuasi dalam kondisi yang sama, tergantung pada trafik data yang bertambah atau berkurang dalam serving cell, dan tanpa harus ada perubahan dalam kemampuan penerima untuk memecahkan kode data (seperti channel quality Dengan demikian, ukuran RF tambahan di LTE adalah Signal to Interferemce Noise Ratio (SINR) yang digunakan untuk memberikan referensi yang kuat tentang channel quality. Gambar berikut menunjukkan distribusi SINR di rute mobilitas yang sama dimana RSRP dan RSRQ telah ditunjukkan sebelumnya.



Gambar 3. PDF-CDF SINR


Korelasi antara RSRP, RSRQ, dan SINR menunjukkan bahwa serving cell mengalami load yang sangat rendah diwakili oleh RSRQ tapi dengan area yg low coverage yg ditunjukan oleh RSRP dan SINR. Distribusi pada gambar 3 menunjukkan SINR CDF 16% dengan sampel 4 dB atau kurang, mewakili coverge yg didefinisikan dalam Tabel 1. Hal ini berkorelasi dengan baik dengan daerah poor RF RSRP di Gambar 1 (17% dari sampel yang menunjukkan kondisi sel poor RF). Dengan demikian, menyelesaikan kurangnya dominasi sel coverage di rute mobilitas ini, adalah cara yang mungkin untuk memperbaiki daerah RSRP rendah, yang pada gilirannya akan meningkatkan channel quality diwakili oleh SINR tersebut. Meningkatkan SINR sangat meningkatkan kapabilitas saluran downlink yang lebih baik.

Berikut gambar korelasi antara SINR dengan CQI dimana terlihat ada hubungan yang linier antara SINR dengan CQI.



Gambar 4. SINR vs CQI

CQI digunakan untuk menghitung kualitas saluran downlink saat digunakan untuk dynamic scheduling. CQI digunakan oleh scheduler jaringan untuk mendapatkan modulasi yang terbaik dan coding scheme (MCS) mencapai tingkat blok error (BLER) kurang dari10% . CQI efektif merepresentasikan MCS ketika UE dapat memanfaatkan dalam kondisi pengukuran RF. Dari drive test yang sama, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan linear antara CQI dan dari SINR yang diukur, dalam kondisi load rendah, seperti yang diilustrasikan pada gambar 4 tersebut.

CQI merupakan indikator kualitas saluran yang juga digunakan dalam HSPA+. Gambar berikut menunjukkan CQI untuk setiap sistem. CQI yang diukur dalam LTE memiliki Rata-rata indeks 9 sementara di HSPA+, indeks CQI rata-rata yang diperoleh di rute yang sama adalah 20.



Gambar 5. Pengukuran CQI LTE dan HSPA


Salah satu cara untuk memvalidasi pengukuran LTE CQI adalah dengan menghubungkan mereka dengan pengukuran CQI pada HSDPA. Efisiensi yang didukung dari dua system dapat diturunkan berdasarkan pada pengukuran CQI untuk patokan kualitas saluran antara dua sistem. Efisiensi didefinisikan dalam konteks modulasi dan coding rate. Lebih khusus, CQI direportkan oleh UE sesuai dengan disupport modulasi dan coding rate (yaitu, efisiensi spektral dalam bit per detik per hertz) yang dapat menerima dengan transport block error dengan probabilitas kurang dari 10%.

Dalam kedua sistem, efisiensi yang lebih tinggi menyebabkan modulasi yang lebih tinggi dan coding rate yang lebih tinggi. Sebagaimana diatur dalam standar 3GPP, efisiensi LTE dari masing-masing indeks CQI ditunjukkan di Gambar 6. Demikian pula untuk HSPA + dan sesuai standar 3GPP, efisiensi berasal dari indeks CQI ditunjukkan pada Gambar 6 berikut:



Gambar 6. Efisiensi CQI pada LTE dan HSPA+


Gambar 6. di atas menunjukkan bahwa perkiraan rata-rata indeks CQI untuk sistem LTE dan HSPA+ (masing-masing diukur 9 dan 20) menghasilkan efisiensi rata-rata yang sama, sekitar 2,4 bps / Hz. Oleh karena itu, metode ini adalah point yang meyakinkan bahwa kondisi RF dan distribusi power untuk saluran data pada kedua sistem yang sangat dekat, yang menghasilkan rasionalisasi benchmarking dan validasi KPI.

Rute drive test digunakan untuk pengukuran RF biasanya dirancang untuk mencerminkan distribusi trafik yang diharapkan dan distrinusi area layanan. Rute harus berada dalam wilayah cakupan dimaksudkan, dengan mempertimbangkan kerugian penetrasi pada gedung yang sesuai dengan nilai-nilai perencanaan jaringan. Terakhir, benchmarking juga harus mempertimbangkan kemampuan perangkat. Memilih perangkat untuk uji lapangan yang cocok secara komersial, memastikan validitas target RF KPI. 3GPP mengklasifikasikan kemampuan perangkat dalam kategori dan teknologi yang berbeda seperti pada gambar berikut:




Gambar 7. Katgori UE untuk komersial


Hal yang perlu dicatat adalah bahwa berbeda kombinasi ketegori dari 3G dan LTE dapat didukung pada perangkat yang sama, tergantung pada harga atau pasar di mana perangkat dikomersialkan.

No comments:

Post a Comment